Saga no Gabai Bāchan (Nenek Hebat dari Saga)
Oleh Yoshichi Shimada
Diterjemahkan oleh Indah S. Pratidina
Penerbit Kansha Books (divisi dari Mahda Books)
Cetakan IV, Januari 2012
Tebal 264 halaman
ISBN 978-602-97196-2-8
Biarpun sangat miskin, Nenek Osano hidup dengan optimis dan ceria. Adaaaaa saja akal Nenek Osano untuk menyiasati keadaannya yang serba terbatas. Misalnya, ia mengikat pinggangnya dengan seutas tali dan menyeretnyeret magnet kemanapun ia pergi. Klang klang klang klang bunyinya, dan si magnet pun menarik paku dan berbagai sampah logam lainnya yang nanti akan dijual nenek ke toko daur ulang
.
Dan miskin-miskin begitu, Nenek Osano punya supermarket pribadi lho! Yang dimaksud dengan supermarket pribadi adalah sungai di depan rumahnya, yang dipasangi sebatang galah. Berbagai macam benda yang hanyut di sungai tersangkut di galah itu dan Nenek Osano akan mengambilnya, misalnya ranting-ranting untuk dijadikan kayu bakar, sayur sayuran cacat dari pasar yang dibuang ke sungai, bahkan benda-benda lain seperti geta (sandal kayu) yang bisa digunakan nenek atau Akihiro. Dari hari ke hari, berbagai benda hanyut di sungai lalu tersangkut di galah Nenek. Itulah sebabnya Nenek menyebut sungai sebagai supermarket. Malah dengan pelayanan ekstra, katanya, Belanjaan kita langsung diantar.
Terkadang bila tidak ada apa pun yang tersangkut di galah, Nenek akan berkata, Hari ini supermarket libur. Dengan ekspresi wajah menyenangkan. Kita mungkin akan terbahak membaca penggalan di atas, namun akal sang nenek memang patut diacungi jempol! Miskin bukan berarti merendahkan diri dengan meminta-minta dan berharap belas kasihan orang lain. Begitu salah satu prinsip Nenek Osano, yang membuatnya mampu berbuat kebaikan kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Ketika seseorang berbuat baik dengan kelebihan yang ada padanya, itu hal yang biasa. Namun ketika seseorang berbuat baik meskipun ia sebenarnya kekurangan, itu baru namanya gabai (hebat)! Kebaikan sejati adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan. Akihiro tinggal di Saga bersama Nenek Osano selama kurang lebih delapan tahun, dan selama itu pula prinsipprinsip sang nenek mengakar kuat dalam dirinya dan tak pudar bahkan sampai ia dewasa.
Ada dua jalan buat orang miskin, yaitu miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria, kata Nenek Osano kepada Akihiro suatu waktu. Melalui memoar yang ditulis dengan sederhana, namun juga lucu dan mengharukan ini sang pengarang hendak mengajak setiap pembacanya untuk menciptakan kehidupan yang baik, yang rahasianya terdapat dalam dua kata ini: sukacita dan bersyukur. Kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh uang. Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh diri kita sendiri, oleh hati kita.
Yoshichi Shimada, penulis memoar ini, saat dewasa menekuni dunia entertainment di Jepang, meskipun pada masa remajanya ia amat menggemari baseball dan berniat menjadi pemain baseball profesional. Buku yang pertama kali terbit pada tahun 2001 ini semakin meledak di pasaran setelah dipromosikan dalam acara televisi Tetsuko no Heya (Kamar Tetsuko) yang dipandu Tetsuko Kuroyanagi, penulis buku bestseller Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela.
Kisah Nenek Hebat dari Saga ini begitu beken di negeri asalnya dan telah diadaptasi menjadi film layar lebar, game dan manga. Di Indonesia, buku ini diterjemahkan langsung dari bahasa Jepang oleh Indah S. Pratidina di bawah supervisi Mikihiro Moriyama sebagai koordinator penerjemah. Dan kalau boleh berpendapat, menurut saya terjemahannya sangat renyah dan enak dibaca. Untuk penerbit Kansha Books, dan semua orang yang bertanggung jawab atas terbitnya terjemahan buku ini di Indonesia, saya hanya mau bilang, Anda semua gabai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar